Sabtu, 18 April 2009

Variasi Menagajar Guru dan Aktivitas Belajar Siswa

VARIASI MENGAJAR GURU DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

Oleh. H. Herman Ekaputra

A. Variasi Mengajar Guru

1. Pengertian variasi mengajar

M. Uzer Usman (1995) mengemukakan bahwa ” Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan murid, sehingga murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme serta penuh pertisipasi ”. J.J Hasibuan dan Moedjono (1985 : 64) mengatakan bahwa “penggunaan variasi diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks belajar mengajar yangg bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajar mengajarnya senantiasa menunjukan ketekunan, keantusiasan serta berperan aktif”.

Menurut Sanjaya Wina (2005 : 166) bahwa “ Variasi mengajar adalah keterampilan guru untuk menjaga agar iklim pembelajaran tetap menarik perhatian, tidak membosankan, sehingga siswa menunjukkan sikap antusias dan ketekunan, penuh gairah dan berpartisifasi aktif dalam setiap langkah kegiatan pembelajaran “.

Sedangkan menurut Sofyan Aman (1985 : 21) mengatakan bahwa “variasi dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan sebagai proses perubahan dalam pengajaran yang dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu variasi gaya mengajar, variasi dalam penggunaan alat atau media pengajaran dan variasi pola interaksi dalam kelas”.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa variasi mengajar diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam pengajaran bersifat personal, penggunaan media dan bahan-bahan pengajaran dan pola tingkat interaksi guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran penggunaan variasi mengajar sangat diperlukan karena bisa menumbuhkan minat dan semangat belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran bisa dicapai serta aktivitas belajar siswa bisa dioptimalkan.

2. Variasi dalam gaya mengajar guru

Variasi dalam gaya mengajar guru banyak sekali, bila ini dapat dilakukan dengan baik akan sangat berguna untuk meningkatkan aktivitas siswa. Menurut Sunardi (1994 : 16) mengatakan bahwa “guru dituntut agar lebih sering melakukan pembelajaran dengan menggunakan berbagai cara. Apabila tidak ada kegiatan belajar mengajar akan membosankan”. Sedangkan menurut Ivor K Davis (1986 : 252) mengatakann bahwa “dalam proses belajar mengajar, sebagai pemimpin guru membawa peranan besar dan gaya mengajarnya amat menentukan. Sebab itu pada setiap waktu dan kondisi kita harus memilih strategi pengajaran yang terbaik serta dengan luwes menyesuaikan gaya kita dengan strategi yang dipilih”. Dengan demikian maka bisa diharapkan prestasi yang optimal.

Variasi dalam mengajar meliputi variasi suara, pemusatan perhatian, kesenyapan, mengadakan kontak pandang, gerak badan dan mimik serta pergantian posisi guru dalam kelas. Berikut akan dibahas hal-hal tersebut di atas :

a. Variasi suara

M. Uzer Usman (1995: 85) mengemukakan bahwa “ Variasi suara adalah perubahan suara dari keras menjadi lembut, dari tinggi menjadi rendah, dari cepat menjadi lambat, dari gembira menjadi sedih, atau pada suatu saat tertentu memberi tekanan pada kata – kata tertentu “. Sedangkan menurut Sri Anitah Wiryawan dan Noer Hadi (1990 : 8-26) mengatakan bahwa “Variasi suara adalah perubahan pada suara misalnya dari lemah menjadi keras, dari tinggi menjadi rendah, dari cepat berubah menjadi lambat atau tekanan pada kata-kata tertentu”. Yang termasuk dalam kekuatan suara tersebut adalah kekuatan atau kekerasan suara, lagu dan tekanan.

1). Kekuatan atau kekerasan suara

Dalam menyajikan bahan pelajaran, suara guru yang terlampau keras akan memekakan telinga atau sebaliknya suara guru yang terlalu lemah akan tidak terdengar jelas oleh siswa terutama yang duduk di belakang. Untuk itu perlu pertimbangan tentang seberapa kuat suara yang harus dikeluarkan berdasarkan jumlah siswa, luas ruangan, kondisi ruangan apakah tertutup atau terbuka dan kemungkinan penggunaan pengeras suara. Dalam hal ini yang penting diusahakan adalah agar semua siswa dapat mendengar dengan cukup jelas melalui kekuatan suara yang memadai. “Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik, tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik “ ( Permendiknas No. 41 tahun 2007 )

.Sejalan dengan uraian di atas, Sugeng Paranonto (1979 : 5) mengatakan bahwa :

“agar orang yang mendengarkan senantiasa memperbaharui perhatian maka dianjurkan si pembicara jangan bicara dengan nada yang sama. Pembicaraan yang hidup dan mengundang perhatian pendengarnya bila diucapkan dengan pola bicara yang berganti-ganti, sebab dengan speach patner yang berganti-ganti akan menanamkan rasa senang untuk mendengarkan dari pihak pendengar”.

2). Lagu dan tekanan suara

Lagu bicara yang seolah-olah sedang dalam keadaan marah hendaknya dihindari karena siswanya akan dicekam rasa oleh rasa ketakutan. Tekanan bicara hendaknya diberikan pada hal-hal yang penting umpamanya dalam menyebut definisi, istilah, dan kata-kata asing dengan ucapan pelan dan jelas dengan volume suara yang cukup. Kalau perlu ucapannya dapat diulang baik oleh guru sendiri maupun oleh siswa.

Untuk jelasnya Sardiman AM (2004 : 20) mengatakan bahwa :

“Lagu bicara mempunyai pengaruh pula pada daya tangkap siswa terhadap pembicaraan guru. Lagu bicara yang datar (monoton) akan membosankan siswa dapat lelah dalam mendengarkan. Demikian pula lagu bicara yang naik turun tetapi tersendat-sendat memberikan akibat yang sama. Lagu bicara yang demikian sering menjadi bahan pembicaraan siswa dan cenderung ditiru dengan maksud mengejek, akibatnya kosentrasi belajar mereka rusak”.

Kelancaran berbicara harus diperhatikan karena mempunyai pengaruh yang besar pada daya tangkap siswa. Cara bicara yang gagap atau terbata – bata secara tidak runtun menjadi sulit ditangkap maksudnya. Akibatnya yang lebih lanjut dapat mengganggu kosentrasi siswa karena akan kebingungan, seharusnya sebelum suatu kalimat dikeluarkan terlebih dahulu harus dipikirkan susunan kalimat yang benar-benar ditinjau dari segi tata bahasa. Kata-kata hendaknya mempunyai isi atau arti yang jelas.

b. Pemusatan / titik perhatian

Menurut J.J. Hasibuan dan Moedjono (1985 : 66) mengatakan bahwa “pemusatan perhatian dapat dikerjakan secara verbal, isyarat atau dengan menggunakan model”. Sementara itu Sofyan Aman (1985 : 23) mengungkapkan bahwa “memusatkan perhatian pada hal yang dianggap penting dapat dilakukan guru dengan perkataan seperti ‘perhatikan baik-baik !, nah ini penting sekali !’ dan berbagai kalimat yang senada dengan itu”.

Sanjaya Wina ( 2005 : 167 ) mengatakan bahwa “ pemusatan perhatian atau focusing diperlukan untuk minta perhatian khusus dari siswa terhadap hal – hal yang spesifik “. Selanjutnya ia memberi contoh dengan kalimat seperti : “ Coba anda perhatikan dengan seksama bagian ini .!”

Jadi yang dimaksud dengan titik perhatian adalah pengamatan guru terhadap masing-masing siswa selama interaksi berlangsung. Perlu disadari oleh guru bahwa semua siswa mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan perhatian guru. Karena interaksi sesungguhnya merupakan suatu etika atau sopan santun pergaulan antara mereka. Secara tidak sadar pandangan guru sering keluar dari perhatian terhadap siswa.

c. Kesenyapan atau waktu selang

Waktu selang atau kesenyapan adalah rentang waktu antara sesuatu ucapan dengan ucapan atau pembicaraan berikutnya dari sesuatu ke kegiatan selanjutnya. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengetahuan yang baru diperoleh sebelum pindah ke segmen berikutnya. Menurut J.J Hasibuan dkk (1988 : 73) menjelaskan “adanya kesenyapan tiba-tiba di sengaja selagi guru menerangkan sesuatu merupakan alat yang baik, untuk menarik perhatian karena mengubah stimulus dari adanya suara ke keadaan tenang akan menarik perhatian siswa”.

Lebih lanjut Sugeng Paranonto (1979 : 5) menjelaskan sebagai berikut :

“Pembicaraan yang lebih mengundang perhatian pendengarnya bila diucapkan atau disampaikan dengan tehnik selingan diam, sebab berhenti sebentar sebelum mengucapkan sesuatu akan lebih lanjut dapat mengundang pihak pendengar, tetapi jika tehnik diam tersebut digunakan terlalu lama niscaya malah mengundang kegelisahan yang meningkat ke arah kebosanan pihak yang mendengarkan. Tehnik diam digunakan pada tengah-tengah pembicaraan akan mengundang perhatian”

Berbicara di depan kelas hendaknya jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lambat. Kalimat yang diucapakan hendaknya dapat didengar dengan jelas serta dapat dimengerti maksudnya. Agar siswa dapat merumuskan atau menyimpulkan penjelasan guru, maka guru memberikan waktu selang atau diam beberapa saat untuk kemudian memulai penjelasan selanjutnya. Cara-cara yang dapat ditempuh misalnya menyuruh siswa untuk berpikir atau merenung sejenak tentang sesuatu yang telah diterangkan oleh guru, menawarkan kepada siswa untuk bertanya atau memberi komentar, termasuk memikirkan jawaban pertanyaan dari guru atau dari siswa.

d. Mengadakan kontak pandang

Menurut Sardiman A.M (2004 : 196) menjelaskan “kontak yang tidak baik misalnya siswa kelihatan diam tetapi matanya hampa, hal ini menunjukan bahwa siswa tidak jelas atau tidak mengerti, gerakan anggota badan menunjukan kegelisahan dan acuh dapat pula dipandang sebagai gejala tidak baiknya kontak antara guru dan siswa”.

Sejalan dengan itu Sri Anitah Wiryawan dan Noerhadi (1990 : 8-26) menjelaskan :

“Bila guru berbicara atau berinteraksi dengan siswa sebaiknya pandangan menjelajahi seluruh kelas dan melihat ke mata para siswa untuk menunjukan hubungan yang intim dengan siswa. Kontak bahwa guru harus berani memandang mata setiap siswa sehingga ada hubungan yang akrab dengan siswa. Pandangan guru tidak pada depan saja atau salah satu sudut tertentu sehingga yang lain diabaikan kontak pandang pada interaksi dapat pula dipakai untuk menujukkan suatu reaksi atau sambutan hangat dari guru misalnya disertai eksperesi wajah atau membelalakkan mata pada saat memuji siswa yang jawabannya bagus, dapat mendorong untuk lebih aktif berpartisifasi”.

Guru yang kurang menguasai bahan dan tidak beribawa dapat pula menjadi penyebab tidak terciptanya kontak yang baik. Jadi kontak pandang dalam hal ini menyangkut hubungan batiniah antara guru dan siswa dalam kaitannya dengan bahan pelajaran yang sedang dibahas bersama. Hal ini tercermin terutama dalam tanggapan siswa baik mengenai sinar matanya maupun gerakan-gerakan dari annggota badannya.

e. Gerakan badan dan mimik

Gerakan dari anggota badan dalam memberikan bahan pelajaran Sangat besar perannya untuk memperjelas atau memahami sesuatu disamping melalui pendengaran juga disertai dengan penglihatan melalui mata, semakin banyak indera yang digunakan maka hasilnya akan baik pula.

Sejalan dengan hal itu Sardiman A.M (2004 : 198) mengatakan bahwa :

”Seorang guru yang mengajar dengan mematung dan hanya mulutnya saja yang bergerak-gerak akan memberikan kesan yang buruk, suasana hampa serta tidak hidup. Sebaliknya gerakan-gerakan terlalu banyak dalam memberikan penjelasan juga akan berakibat buruk. Hal ini karena sebagian besar perhatian siswa menjadi terarah pada gerakan-gerakan guru tidak pada materi yang dijelaskan”.

Menurut Sri Anitah Wiryawan dan Norhadi (1990 : 8-27) mengatakan bahwa

“Variasi dalam gerak badan dan mimik ini tidak hanya menarik perhatian siswa tetapi dapat menyampaikan suatu pesan lisan yang dimaksud. Ekspresi wajah guru misalnnya tersenyum, cemberut, mengerutkan dahi, menaikkan alis akan menambah kehangatan suasana kelas karena guru kelihatan antusias. Juga ekspresi tersebut diikuti dengan gerakan badan akan lebih menarik lagi asaltan dilakukan dengan wajar”.

Gerakan yang baik adalah gerakan yang efektif dan efisien artinya gerakan yang cukup tetapi benar-benar mendukung penjelasan atau uraian guru. Pada waktu menjelaskan posisi berdiri hendaknya ditengah-tengah dan tidak terlalu dekat dengan kursi depan, sehingga semua siswa dapat melihat dan mendengar dengan baik.

f. Pergantian posisi guru dalam kelas

Menurut J.J. Hasibuan dkk (1998 : 74) mengatakan “Kadang-kadang duduk dan kadang berdiri”. Hal ini penting mengingat adanya variasi ini diperlukan dengan maksud tertentu dan dilakukan secara wajar dan tidak berlebih-lebihan. Sejalan dengan itu Sri Anitiah Wiryawan dan Noerhadi (1990 : 8-28) mengatkan bahwa “untuk mempertahankan perhatian siswa, guru dapat berganti posisi misalnya berdiri di deretan bangku siswa, berjalan dari depan ke belakang, dari sudut kanan ke kiri, kadang-kadang duduk dan berjalan-jalan”.

Dengan melakukan pergantian posisi guru dalam kelas, maka perhatian siswa dapat ditingkatkan dalam proses komunikasi supaya mereka dapat bersemangat untuk mengetahui materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.

3. Variasi penggunaan media dan bahan pengajaran

Variasi didalam setiap jenis media atau variasi antar jenis media perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar. Menurut D.N.Anjay Robinson (1988 : 76) mengatakann bahwa :

“Media pengajaran dapat membuat pelajaran menarik, media juga mengurangi kesulitan dalam memahami keterampilan dan membantu memperbaiki keterampilan baru siswa melalui praktek. Guru perlu merencanakan secara teliti alat yang akan dipakai pada saat ia merencanakan pelajarannya. Perencanaan kerja dengan tujuan mewujudkan jenis alat yang kena dipakai untuk mengerjakan beberapa topik sedapat mungkin diusahakan. Ini akan memberikan waktu kepada guru untuk memilih alat sehingga menjadi terbiasa dengannya”.

Ditinjau dari reseptor penerimaan ransangan yang disampaikan, maka media dan bahan pengajaran menurut J.J. Hasibuan dan Moerdjono (1985 : 66) digolongkan menjadi :

1). Media dan bahan pengajaran yang dapat didengar (auditif aids)

2). Media dan bahan pengajaran yang dapat dilihat (visual aids)

3). Media dan bahan pengajaran yang dapat disentuh, diraba dan dimanifulasikan ( motorik )

4). Media dan bahan pengajaran yang dapat dilihat, didengar, dilihat dan diraba ( audio – visual aids )

Sehubungan dengan penggunaan media, lebih lanjut lagi Sadirman A.M

(1994 : 203) mengatakan bahwa :

“Suatu media dapat dikatakan baik apabila bersifat epektif, efisien dan komunikatif. Efisien artinya memiliki daya guna ditinjau dari segi cara penggunaannya, waktu dan tempat. Epektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi pesannya dan kepentingan siswa yang sedang belajar. Sedangkan yang dimaksud dengan komunikkatif adalah media tersebut mudah dan dimengerti maksudnya".

Jadi jelas dengan menggunakan multi media didalam penyajian pokok bahasan, para siswa dapat masuk kedalam kontak langsung dengan gejala kehidupan yang sesungguhnya. Media pendidikan dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru serta memotivasi siswa sebab melalui alat atau medialah para siswa akan memperoleh pengalaman yang lebih luas dan lebih kaya, dengan demikian persepsinya akan menjadi lebih tajam dan pengertiannya akan menjadi lebih tepat.

4. Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa

Yang dimaksud dengan variasi interaksi menurut Sardiman A.M (2004 : 206) adalah “frekuensi atau banyak sedikitnya pergantian aksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa secara tepat”.

Sedangkan menurut Muhammad Ali (1987 : 60) menjelaskan sebagai berikut :

“Peranan guru dan siswa sama-sama dominan. Guru dan siswa berupaya untuk memodifikasikan berbagai ide atau ilmu pengetahuan yang akan dipelajari untuk mencapai bentuk baru berdasarkan kajian yayng bersifat radikal. Guru dalam hal ini menciptakan saling ketergantungan yang timbul dalm dialog antara siswa. Siswa belajar melalui hubungan dialogis, dia mengemukakan pandangan tentang realita juga mendengarkan pandangan siswa lain dengan demikian dapat ditemukan pandangan baru hasil pertukaran pikiran tentang apa yang dipelajari”.

Dengan demikian karena hal-hal tersebut siswa akan menjadi berani untuk menyampaikan pendapat, permasalahan dan keinginan serta pertanyaan ayng timbul kepada guru. Kegiatan belajar dimana siswa dapat ikut berpatisipasi dapat bermacam-macam cara. Selain mendengarkan informasi guru dapat ikut berpartisipasi dalam diskusi kelompok, bekerja sendiri maupun bekerja denga kelompok kecil, disamping itu siswa dapat pula diminta melalui karya tulis, membaca dalam hati atau nyaring.

B. Aktivitas Belajar Siswa

1. Pengertian aktivitas belajar

Menurut W.J.S Poerwadamita (1991 : 108) mengatakan bahwa “aktivitas adalah keaktifan, kegiatan, kesibukan kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan ditiap bagian kerja diperusahaan”. Sedangkan menurut S. Nasution (1986 : 88) mengatakan bahwa “aktivitas adalah azas yang terpenting oleh sebab belajar sendiri merupakan suatu kegiatan”. Dari pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan aktivitas merupakan kegiatan atau kesibukan siswa sebagai objek dalam penelitian ini.

Menurut W.J.S Poerwadamita (1991 : 108) mengatakan bahwa “belajar adalah suatu kebiasaan berlatih supaya pandai”. Sedangkan menurut Trursan Hakim (2000 : 01) mengatakan bahwa “belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualiatas dan kuantitas tingkahlaku seperti peningkatan pengetahuan, sikap, pemahaman, daya pikir dan pengetahuan”.

Dari definisi atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang perubahan oleh faktor-faktor yang termasuk latihan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa

“ Aktivitas belajar adalah kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan rangsangan, dan memecahkan masalah “

Berdasarkan beberapa teori di atas, maka yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah suatu keaktifan, kesibukan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang siswa dalam melaksanakan proses belajar. Aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Siantan Kabupaten Pontianak, meliputi antara lain :

a) Aktivitas mendengarkan (Listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru ; ceramah dan pengarahan

b) Aktivitas lisan (Oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, Tanya jawab dam diskusi

c) Aktivitas visual (Visual activities) seperti memperhatikan gambar, demontrasi dan percobaan

d) Aktivitas mental (Mental activities) seperti menanggapi, memecahkan soal dan mengambil keputusan

2. Aktivitas-aktivitas belajar siswa

Dalam usaha meningkatkan belajar siswa, maka unsur-unsur yang sangat menunjang terjadinya proses balajar mengajar yang dapat membangkitkan aktivitas belajar siswa adalah diantaranya :

a. Aktivitas mendengarkan (listening activities)

Metode mengajar yang erat kaitannya dengan mendengarkan adalah metode ceramah. Dalam pembelajaran PKn metode ceramah dilakukan oleh guru apabila menyampaikan informasi pelajaran yang bersifat pengetahuan melalui penjelasan guru dalam proses belajar mengajar. Ketika guru menjelaskan materi pelajaran dituntut aktivitas siswa secara optimal yaitu mendengarkan penjelasan guru. “peranan murid dalam metode ceramah mendengarkan dengan teliti serta mencatat pokok penting yang dikemukakan guru” (TIM Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, 1993 : 41).

Berdasarkan pendapat di atas, dalam mendengarkan penjelasan guru selain mendengarkan dengan teliti siswa juga harus mencatat materi pokok yang penting. Melalui aktivitas mendengarkan dan mencatat materi yang penting materi pelajaran diharapkan siswa dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Untuk dapat membentuk pemahaman optimal pada siswa berarti mutlak diperlukan aktivitas mendengarkan secara optimal pula pada diri siswa dalam mengikuti pembelajaran PKn.

b. Aktivitas lisan (Oral activities)

Aktivitas lisan pada proses pembelajaran PKn dapat diartikan kegiatan dilakukan secara wujud penafsiran dalam interaksi belajar melauli komunikasi lisan. Dalam hal ini aktivitas lisan perlu dikembangkan agar mampu mengembangkan ide, pendapat, kritik-kritik mengenai materi pembelajaran yang ditampilkan. Aktivitas lisan dikemukakan guru melalui metode diskusi, tanya jawab dan pemecahan masalah.

c. Aktivitas visual (Visual activities)

Aktivitas visual dalam proses pembelajaran PKn merupakan aktivitas belajar yang dilakukan siswa berkaitan dengan indera penglihatan. Aktivitas visual dalam belajar dapat dikembangkan melalui metode penampilan gambar, peragaan, dan demontrasi. “cara penyajian materi melalui peragaan, dapat berupa cara kerja, perilaku tertentu dan sebagainya (Depdikbud, 1995 : 42).

Melalui peragaan “siswa memperoleh penjelasan contoh perilaku tertentu dalam artian menanamkan aspek apektif” (Depdikbud, 1995 : 43). Setelah memiliki pemahaman materi pembelajaran PKn yang bersifat epektif siwa dapat berpeluang untuk dapat mengimplementasikan kedalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas visual yang dikembangkan kedalam pembelajaran PKn antara lain adalah memperhatikan peragaan dan membaca uraian materi.

d. Aktivitas mental (Mental activities)

Aktivitas mental dalam pembelajaran PKn merupakan aktivtas belajar yang dilakukan berkaitan dengan fungsi-fungsi kejiwaan seperti menanggapi, menilai, memilih dan mengambil keputusan. Sejalan pendapat (TIM Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, 1993 : 41) “guru dalam memberikan setiap pelajaran harus berusaha membangkitkan aktivitas baik jasmani maupun rohani kepada murid waktu menerima pelajaran”.

Aktivitas mental dalam pembelajaran PKn mutlak harus dikembangkan agar tercapai tujuan pembelajaran terutama terwujudnya sikap dan tingkah laku siswa sebagai hasil belajar sesuai dengan nilai luhur dan moral pancasila (Depdikbud, 1995 : 61) “penanaman dan pengembangan aspek nilai,, moral pancasila dan sikap siswa akan lebih mudah dicapai bilamana siswa secara langsung mengalami (memerankan) peran tertentu daripada mendengarkan dan mengamati saja”. Dengan demikian berarti aktivitas mental siswa dalam mengikuti pembelajaran PKn perlu diikembangkan secara optimal.

C. Hubungan Variasi Mengajar Guru dengan Aktivitas Belajar Siswa

Proses belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan inti dalam mencapai tujuan pendidikan. Peranan guru sebagai seorang pengajar dan siswa sebagai yang belajar merupakan dua faktor yang utama yang harus mendapatkan perhatian khusus demi mencapai tujuan belajar. Interaksi yang tercipta antara keduanya merupakan tolok ukur untuk menilai keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah.

Belajar merupakan proses perkembangan hidup manusia. Hamalik (2001 : 19) mengatakan “dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sebagai tingkah laku berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah hasil dari belajar”. Belajar bukan hanya sebuah pengalaman tetapi merupakan suatu proses dan suatu hasil.

Keberhasilan siswa dalam belajar tidak terlepas dari aktivitas belajar yang dilaksanakan oleh siswa. Untuk siswa yang memiliki prestasi yang tinggi biasanya didukung oleh aktivitas belajar yang tinggi pula, sebaliknya siswa dengan prestasi rendah disebabkan aktivitas belajar yang rendah pula.

Dalam kaitannnya dengan proses pembelajaran banyak teori belajar yang menekankan pentingnya aktivitas siswa dalam belajar. Aktivitas belajar siswa mencakup dua aspek yang tidak dapat dipisahkan, yakni aktivitas mental (emosional-intelektual-sosial) dan aktivitas motorik (gerakan fisik). Kedua aktivitas tersebut saling berkaitan satu sama lainnya, saling mengisi dan menentukan. Menurut Nana Sudjana (1991 : 9) mengatakan “semakin tinggi aktivitas mental, semakin berbobot aktivitas belajar siswa, dan semakin kompleks usaha guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Ini berarti perlu ada keseimbangan antara aktivitas belajar siswa dengan aktivitas guru mengajar”. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa belajar yang optimal adalah belajar yang melibatkan aktivitas mental dan fisik siswa secara maksimal dalam kegiatan belajar.

Untuk dapat mencapai tujuan belajar yang maksimal dengan peningkatan ativitas belajar siswa, maka variasi mengajar guru merupakan salah satu tehnik mengajar yang dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar di kelas.

Menurut J.J. Hasibuan dan Moedjono (1985 : 64) bahwa “Penggunaan variasi diartikan sebagai kegiatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajar mengajarnya senantiasa menunjukan ketekunan, keantusiasan serta berperan aktif”. Sedangkan menurut Sugeng Pranonto (1979 : 03) menjelaskan bahwa “Variasi mengajar adalah kegiatan guru dalam konteks interaksi proses belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan siswa sehingga dalam situasi proses belajar menggajar siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan serta penuh partisipasi”. Penggunaan variasi mengajar dapat menarik minat dan meningkatkan semangat belajar siswa. Penggunaan variasi mengajar juga memberikan kesempatan kepada siswa agar berpartisifasi dan tidak takut atau malu mengungkapkan pendapatnya di hadapan siswa lain dalam lingkup ruang kelas. Syaiful Bahri Djamarah ( 2000 : 125 ) menyatakan bahwa ” Keterampilan mengadakan variasi lebih luas penggunaannya dari pada keterampilan lainnya, karena merupakan keterampilan campuran atau integrasi dengan keterampilan yang lain”.

Jika motivasi siswa sudah terpacu, maka aktivitas siswa untuk ikut berpartisipasi atau terlibat dalam kegiatan belajar mengajar akan tercapai. Hal ini menunjukkan variasi mengajar yang baik dan benar akan menghasilkan aktivitas belajar yang maksimal dari siswa. Hal ini menunjukkan bahwa variasi mengajar guru memiliki hubungan yang sangat erat dengan peningkatan aktivitas dan keterlibatan siswa dalam setiap pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ahmadi (1990) Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : Genessa

Ali M (1982) Guru Penelitian Kependidikan, Prosedur dan Strategi. Bandung : Sinar Baru

A.M. Sardiman (2004) Interaksi dan motivasi belajar mengajar . Jakarta : Raja Grafindo Persada

Moh Nazir (1999) Metode Penelitian. Pustaka Belajar : Yogyakarta

Badan Standar Nasional Pendidikan ( 2007 ) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta

Best, J.W ( 1977 ) Research in Education, New Delhi : Prentia of Indian

Brog Walter R (1979) Statiscal Methods, Lowa : Lowa State University Press

Djamarah S. Bahri (2000) Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama ( 2008 ) Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Jakarta.

Emmanuel J Masson and William JB (1989) Undrstandind and conducting reseach. New York : University of Cantuky

Hakim. T (2000) Belajar secara Efektif . Jakarta : Puspa Swara

Hamalik Oemar (2001) Pengajaran Unit, Pendekatan Sistem. Bandung : Mandar Maju

Hadari Nawawi (1985) Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta : Gajahmada University pers

Herbetrt L Fetri (1986) Motivation : theory and reserch, Bedmont wodwarth. California : Publising company

J.J. Hasibuan dan Mudjiono (1985 ) Proses Belajar Mengajar . Bandung : Rosdakarya

Jamas L barth and Samuel Shemis (1978) The Nature of the Social Studies. Ets Publication Piam Springs

Moh. Uzer Usman ( 1995 ) Menjadi Guru Profesional . Bandung : PT Remaja Rosdokarya

Nana Sudjana (2001) Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algesindo

Poerwardamita W.J.S (1991) Kamus bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Republik Indonesia (2003) Undang-undang No 2 tahun 2003 Sistem pendidikan Nasional Bandung : Citra Umbar

Riduwan (2001) Statistika untuk lembaga & instansi pemerintah/swasta Bandung : Alfabeta

Robinson. D.N Adjai ( 1988) Azas – azas Praktek Mengajar. Jakarta : Bharata

Roesityah N K (1992) Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Sanjaya Wina ( 2005 ) Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Kencana Prenada Media Group

Scarvia B Anderson (1975) Encylopedia Education. London : Josscy Best Publiser

Sugiono (2006) Statistika untuk Penelitian Bandung : Alfabeta

Sugiono (2002) Metode Penelitian Administrasi Bandung : Alfabeta

Sutrisno Hadi (1986) Metodologi Riset. Yogyakarta : Fakultas psikologi UGM

Suharsimi Arikunto (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Sunaryo (1983) Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Bandung : Tarsito

S Nasution (1982) Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bina Aksara

Sofyan Aman ( 1985 ) Pedoman Didaktik Metodik PMP.Jakarta : Balai Pustaka

…………(2006) Pedoman Operasional penulisan skripsi STKIP-PGRI Pontianak. Pontianak : Remeo Grafika

................ (2006) Pedoman Pengajaran Mikro dan Praktek Lapangan ( PPL ) STKIP –PGRI Pontianak : Remeo grafika

Tim PMP ( 1983 ) Bahan Penataran PMP. Jakarta : Depsikbud

Tidak ada komentar: